"Governments never learn. Only people learn."
Milton Friedman

Kamis, 07 Januari 2010

Antara Politik, Ekonomi, dan Hukum

Disaat orang-orang ribut masalah kriminalisasi KKP, skandal Centura, dan pansus-pansus Dewan Parpol Kolot, saya tidak mau ambil pusing untuk menyikapi kasus-kasus tersebut. Terkadang saya sendiri masih heran kenapa orang-orang itu banyak omong merasa lebih pinter dari Profesor atau pejabat-pejabat Bank Penguasa. Banyak ekonom-ekonom kelas karbit tiba-tiba muncul dengan analisa murahan menyatakan bahwa Menteri Duit telah melakukan kesalahan. Jika saya jadi mereka, tentu saya akan malu berbicara dan mengeluarkan pertanyaan tidak penting seperti itu kepada Profesor. Kebetulan salah satu dari pejabat Bank Penguasa itu adalah dosen saya di Universitas Tanah Air, ia sering bercerita dan menggerutu seputar kebodohan dan ketidaktahuan Dewan Parpol Kolot. Ia pernah bercerita :

“Waktu pertama saya dipanggil, saya ketawa-ketawa karena pertanyaan mereka lucu-lucu dan tidak penting tetapi setelah itu mereka marah dan bilang saya tidak sopan. Akhirnya keesokannya saya diam aja. Kalian jangan jadi seperti mereka yang tidak tahu apa yang mereka omongin ya.”

Akhir-akhir ini kita dihadapkan dengan persoalan hukum yang tidak pernah beres di negeri ini. Mulai dari kasus Antaburi Aar, Soson Buadji, dan yang terakhir yang saya lihat adalah kasus kecelakaan lalu lintas di Selo. Saya pun mulai muak dan sedikit mencurahkan unek-unek ini karena mirip dengan kejadian yang pernah saya dan teman-teman alami sewaktu pulang dari Ujung Keramik.

Kasus kecelakaan lalu lintas di Selo bermula dari sepasang suami istri naik motor dan ‘katanya’ tiba-tiba sang suami rem mendadak yang mengakibatkan istrinya terpental dan menabrak mobil Pantha. Kemudian di persidangan, sang suami divonis telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yaitu istrinya. Konyol sekali jika membayangkan dan tentu bodoh jika mempercayai ada seorang suami yang tega melakukan itu.

Dari keterangan pengacara suami, diketahuilah informasi bahwa pemilik mobil Pantha tersebut adalah anggota Sipoli. Ia menyatakan bahwa mobil tersebut lah yang menabrak motor mereka dan menyebabkan kematian sang istri.

Saya tidak heran dengan kasus ini dan percaya pada keterangan pengacara karena saya pun pernah mengalami hal yang sama. Kejadian bermula ketika kami pulang dari daerah Ujung Keramik dan ditabrak oleh mobil yang dikendarai oleh ibu yang buru-buru datang rapat sehingga ia melewati batas marka jalan. Hal pertama yang ibu itu lakukan adalah menelpon anaknya yang merupakan anggota Sipoli di daerah itu. Lalu kami dibawa menuju kantor Sipoli dan supir kami pun dicoba untuk dijebak dan disalahkan dengan cara memeriksa SIM dan STNK, tipuan gambar, penyalahgunaan wewenang mobil dinas, dll. Sementara si ibu tidak tersentuh dari pemeriksaan, padahal sampai sekarang tidak jelas apakah ia memiliki SIM atau tidak. Beruntung Kepala Sipoli Daerah tersebut merupakan orang yang jujur dan saya salut kepadanya yang berani memarahi tingkah laku anak buahnya.

Terinspirasi dari perkataan Aman Raus salah satu tokoh politik Negara ini tadi pagi, kurang lebih ia berkata :

Dulu ketika Nabi Isa melewati tempat wanita yang akan dirajam, ia menyuruh orang yang belum pernah melakukan zina sebagai yang pertama melempari wanita tersebut, namun apa yang terjadi adalah tidak ada satupun yang memulai untuk melempari wanita itu. Ini berarti semua orang itu pernah melakukan zina. Sama seperti kasus di Negara ini ketika ada masalah, baik KKP, Sipoli, The Jack, dan Mr. Pres pun tidak ada yang berani memulai.”

Mudah-mudahan masih ada dari kita yang belum pernah melakukan zina yang berani untuk melempari yang salah. Seperti sebuah quotes menarik, The first lesson of economics is scarcity : There is never enough of anything to satisfy all those who want it. The first lesson of politics is to disregard the first lesson of economics. Kondisi ini akan lebih parah bila penegak hukum pun masih tidak bisa berdiri dengan jati diri yang seharusnya.