"Governments never learn. Only people learn."
Milton Friedman

Rabu, 15 Juli 2009

Golkar Pasca Pilpres: Menjadi Oposisi atau Tidak

Tadi siang, saya tiba-tiba ditarik oleh ketua BEM FE untuk mengikuti diskusi grup diskusi UI (GDUI) di depan jurak. Karena tidak tahu menahu tentang tema yang dibahas, maka saya hanya berusaha menjadi pendengar yang baik dan mencoba memberikan sedikit argumen sesuai dengan pengetahuan yang saya miliki. Kebetulan tema yang diangakat adalah masalah sikap partai golkar pasca pilpres, apakah menjadi oposisi atau tidak?

Secara positive, partai ini telah menjadi partai yang dimanja oleh kekuasaan. Semenjak orde baru hingga saat ini pun golkar tidak lepas dari tampuk kekuasaan. Mereka sudah terbiasa menjadi birokrat sehingga istilah oposisi menjadi sebuah hal yang asing bagi mereka. Hal tersebut masih menjadi polemik di internal golkar sendiri. Agung laksono berpendapat bahwa belum saatnya golkar menjadi oposisi. Hal tersebut disampaikannya pasca pilpres kemaren. cek disini.

Tetapi banyak juga yang menginginkan golkar menjadi oposisi agar menjadi penyeimbang dalam pemerintahan. Ya, dengan bergabungnya golkar kedalam koalisi SBY-Boediono maka pemerintah mempunyai porsi yang sangat besar, karena mencapai 75% dari suara di DPR. Ketika Golkar ikut bergabung dengan PDI-P (walaupun belum pasti), maka akan ada keseimbangan didalam pemerintahan.

Terus apa yang salah ketika golkar menjadi oposisi atau tidak? Mereka akan menemui trade-off dalam politik. Ketika berada didalam pemerintahan, golkar minimal mempunyai alat untuk memudahkan misi mereka untuk pemilu 2014. Kemenangan SBY juga tidak dipungkiri akibat pengaruh kekuasaan sehingga bisa memaksimalkan kampanye. Dengan berada didalam pemerintahan golkar akan bisa menghidupi kehidupan partai. Pembangunan opini publik juga menjadi nilai plus karena mereka akan dianggap sebagai partai yang konsisten akan pro pemerintah (walaupun banyak antitesis terhadap statement ini). Dilihat dari segi ekonomi, golkar akan lebih profitable dibandingkan ketika menjadi oposisi.

Namun tidak ada salahnya bagi golkar untuk menjadi oposisi. Mereka bisa menjadi penyeimbang dalam pemerintahan dan bisa mendapatkan simpati masyarakat dan mungkin saja mendapat dukungan lebih. Tetapi, ketika mereka berada diluar pemerintahan, secara tidak langsung power mereka akan semakin kecil. Akan sulit bagi mereka untuk memaksimalkan kondisi, karena menjadi oposisi di Indonesia berarti harus siap-siap untuk mencari duit kesana kemari.

Pada akhirnya tergantung mereka, apakah akan menjadi pendukung pemerintah atau menjadi oposisi. Namun sebaiknya ada itikad baik pada setiap keputusan yang diambil semata-mata untuk kemajuan bangsa. Bukan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Intinya politik itu cuma berkutat pada masalah money and power. Tentu akan ada untung ruginya ketika memilih suatu keputusan dan kita hanya berharap agar negeri ini tetap bisa maju dan bangkit.

Jumat, 10 Juli 2009

When economist listen to MP3

One ordinary day, kigendengwaras , the drunken economist, listen a list of songs. While he enjoy the music, his economist instinc just come to realize that how these songs are told so much about economics. On half insanity, let us enter our (beloved) young economist thought:

Rolling Stones: "You can't always get what you want" -- Okay that's why we called it trade-off

Bon Jovi: "Bad Medicine" -- We talk about quota, subsidies, tariff, and dumping isn't it

The Clash: "Career opportunities" --
Definetly, we talk about opportunity cost

U2 : "Stuck in a moment You can't get out of"
--
remember on Great Depression on '30s, you need "intervention"

Michael Bubble: "Everything" -- Ouhh, that the answer for What economics can explain about?

for last,
Cindy Cenora: "Aku Cinta Rupiah" -- Beware! Neo-Protectionism..maybe this song inspire China on Yuan policy..

That's why I love music an economics. Sadly, I learn that I also face indifference curve, it means I couldn't listen to the musics along day, I must sacrifice my time to listen my teacher..

nb: I indebted to Prof Daniel S. Hamermesh for his inspiration that Economics is Everywhere